Rabu, 03 Oktober 2018

Sistem kapitalis sekuler: Rahim para kriminal berjas

 "Ada kekuatan yang tidak kelihatan yang membuat regulasi yang terkait dengan pencegahan korupsi itu seolah-olah enggak berfungsi," kata Dadang Trisasongko, pegiat antikorupsi dari Transparency International Indonesia (TII) kepada BBC News Indonesia, Minggu (09/09) malam. 

Rentetan 2 kasus korupsi massal yang diduga melibatkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang, Jatim sebagai tersangka dugaan suap pembahasan APBD Perubahan 2015 dan kasus 51 anggota DPRD Provinsi Jambi yang diduga telah menerima suap senilai Rp9 miliar dari gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola, sebagai uang 'ketuk palu' untuk menyetujui Raperda APBD 2017  sebagaimana yang dilaporkan BBC.com pada 10 September 2018 jelas memunculkan tanggapan dari politisi maupun aktivis antikorupsi negri. 

Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengatakan kepada BBC News Indonesia, Minggu (09/09) malam bahwa transparansi proses kasus tersebut tidak ada sebab publik tidak bisa mengawasi.
Ia mengatakan bahwa sangat dibutuhkan cara yang efektif untuk memberantas hal ini seperti dengan penghukuman yang lebih keras dan tegas. 

Begitu pula pegiat antikorupsi dari Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko, mengatakan praktik suap yang diduga melibatkan anggota DPRD dan pimpinan daerah akan terus terulang selama sistem pencegahannya tidak berjalan efektif, sebab dapat menimbulkan "proses gelap" yang hanya melibatkan DPRD dan pemerintah daerah. (BBC News Indonesia, 09/09/2018) 

Statemen yang dilontarkan politisi maupun aktivis antikorupsi dalam negri sebagaimana diatas memang benarlah adanya. 
"Ada kekuatan yang tidak kelihatan yang membuat regulasi yang terkait dengan pencegahan korupsi itu seolah-olah enggak berfungsi," 

Tentu "Kekuatan" yang dimaksud adalah kekuatan besar yang mendasar. Kekuatan yang mengendap di alam bawah sadar, mendarah daging, dan secara spontan dapat menggerakkan seseorang. 
Dalam Kitab At-Taghyir karya Mahmud Abdul Karim Hassan dikatakan, "Sesungguhnya perbuatan-perbuatan manusia senantiasa tergantung pemahaman-pemahaman nya akan sesuatu (mafahim 'anil asya') dan pemahaman-pemahamannya akan kehidupan (mafahim 'anil hayah)." 
Hal ini mengindikasikan bahwa seseorang tidak mungkin melakukan suatu tindakan tanpa ada pemahaman kuat yang mendorong nya berbuat demikian, pemahaman inilah yang dinamakan Ideologi. Sebab darinya akan terpancar konsep dan penerapan konsep yang menggerakkan individe, masyarakat, maupun sebuah institusi negara. 

Dilansir dari situs Merdeka.com pada tahun 2015, kasus korupsi pertama di Indonesia terjadi pada masa Orde Baru, yakni ketika kebijakan yang sebelumnya didasarkan kepada daerah masing-masing diubah dengan sistem sentralistik. Kondisi itu menyebabkan terjadinya kongkalikong antara pengusaha dan birokrat agar cepat merealisasikan permintaan mereka.  

Kasus korupsi merupakan problem yang sejak dahulu sangat sukar diberantas. Pasalnya, Ideologi yang mendominasi bumi pertiwi mendorong setiap individunya untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin tanpa peduli dengan hak-hak orang lain dan akibat yang ditimbulkannya, yakni sistem Kapitalis sekuler. 

Kapitalisme atau Kapital adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dengan prinsip tersebut, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna memperoleh keuntungan bersama, tetapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.  

Sedangkan Sekularisme atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan (Wikipedia.org) 

Maka jelaslah, bahwa sebuah negara yang berdiri atas dasar kapitalisme dan pemisahan agama dari institusi negara menjadi sarang bercokolnya para penguasa dzalim yang gemar melakukan kriminalitas terhadap rakyatnya. 

Mengenai ketidakadaan transparansi proses kasus tersebut yang menjadi sebab publik tidak bisa mengawasi, maka sesungguhnya tanpa transparansi pun proses penguraian sebuah kasus bisa berjalan secara konstitusional. Hal ini terjadi sepanjang masa Daulah Khilafah yang menerapkan dengan tegas setiap kebijakan 'uqubat terhadap para penindak kejahatan. Sebab Daulah mengaplikasikan Syari'at pencipta manusia dalam kehidupan bernegara. 

"Maka kekuasaan dan agama adalah saudara kembar. Agama adalah pondasi/pokok-nya (ushul) sedangkan penguasa adalah penjaganya. dan apa-apa yang tidak ada pondasinya maka dia akan runtuh sedangkan apa-apa yang tidak memiliki penjaga maka dia akan lenyap. Tidak sempurna kekuasaan dan kontrol kecuali dengan penguasa (sulthon) dan metode untuk menyelesaikan masalah hukum dengan fikih (pengetahuan agama) sebagaimana untuk pengaturan manusia (siyasah kholq) bukan bagian aspek utama agama tetapi keberadaan dia pada posisi tertentu dimana tidak sempurna agama kecuali dengan hal itu (siyasah kholq)" (Imam Al-Ghazali, Kitab Ihya ulumuddin, Bab Ilmu bagian kedua tentang fardhu ‘ain fardhu kifayah) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar